Post ini dibuat di rumah sakit Surya Husadha, kamar no 412. Hai teman - teman, Saat ini aku dirawat di rumah sakit. Iya di rumah sakit, hiks... Kata dokternya aku divonis (cieh divonis) kena bronchitis kronis plus ada kuman di lambungku. Ngga seru banget yah, soalnya di keluargaku ngga ada keturunan sakit pernafasan yang kayak gini. Banyak yang nanya kok bisa sih kena bronchitis. Bukannya bronchitis itu penyakit anak - anak? Nah, aku sendiri juga ngga tahu. Kronologi bisa dibawa ke rumah sakit tu sebenernya gini: Jadi, aku udah batuk - batuk nonstop sejak tanggal 16 Februari 2015. Pas itu aku inget banget lagi ngadain meeting penguji TA pas malem2 dingin ujan hatiku sepi (apa sih rien? wkwkkw). Dan si batuk betah banget diem di aku sampe skr. Pas nguji TA tu paling parah. Batuknya heboh kayak ngerap. Jadi setiap ngomong 1 kata langsung batuk. Kukira batuknya hanya batuk biasa, tapi batuknya ternyata bukan cinta (red. batuk) biasa, batuknya luar biasa. Setiap batuk selalu sakit di
Rabu, 25 Juni 2014 tepat jam 5 pagi, bapak mertuaku meninggal. Seorang ayah, suami, dan kakek dari 2 orang cucu laki – laki yang sedang aktif dan menyayangi kakeknya. Bapak mertua yang selalu kupanggil Ajik ini meninggal karena sakit komplikasi Jantung, hati, dan paru – paru yang sudah dideritanya sejak lama. Kabar duka ini tentu saja mengguncang keluarga kecil kami. Walaupun seluruh keluarga sudah pasrah selama Ajik sakit, tapi tetap saja menyadari Ajik sudah tiada seperti mendapat berita yang mendadak. Dan hal yang benar – benar membuatku menangis adalah melihat suamiku. Ayahnya meninggal sehari setelah ulang tahunnya ke-30 tahun. Kehilangan mertua itu rasanya sama mungkin seperti kehilangan orang tua kandung. Kehilangan Ajik sangat menyesakkan hatiku. Berkali – kali jika ingat Ajik, rasanya ada sesuatu yang tertahan di dada, sakit sekali di daerah leher sampai tanpa sadar berurai air mata dan akhirnya menangis bertubi – tubi. Ketika Ajik sakit dan harus masuk ruma