Rabu, 25 Juni 2014 tepat jam 5 pagi, bapak mertuaku
meninggal.
Seorang ayah, suami, dan kakek dari 2 orang cucu laki – laki
yang sedang aktif dan menyayangi kakeknya. Bapak mertua yang selalu kupanggil
Ajik ini meninggal karena sakit komplikasi Jantung, hati, dan paru – paru yang
sudah dideritanya sejak lama.
Kabar duka ini tentu saja mengguncang keluarga kecil kami.
Walaupun seluruh keluarga sudah pasrah selama Ajik sakit,
tapi tetap saja menyadari Ajik sudah tiada seperti mendapat berita yang mendadak.
Dan hal yang benar – benar membuatku menangis adalah melihat
suamiku.
Ayahnya meninggal sehari setelah ulang tahunnya ke-30 tahun.
Kehilangan mertua itu rasanya sama mungkin seperti
kehilangan orang tua kandung.
Kehilangan Ajik sangat menyesakkan hatiku. Berkali – kali
jika ingat Ajik, rasanya ada sesuatu yang tertahan di dada, sakit sekali di
daerah leher sampai tanpa sadar berurai air mata dan akhirnya menangis bertubi
– tubi.
Ketika Ajik sakit dan harus masuk rumah sakit untuk ketiga
kalinya, ada perasaan yang berbeda yang kurasakan. Pertama, jujur saja aku
sudah pasrah. Namun melihat kondisi rumah tangga keluarga kami yang begitu crowded, aku berpikir harus kuat dan
tegar. Ajik sudah sakit sejak lama, sangat tidak tega melihat Ajik yang sudah
mulai bicara ngawur dan tentunya ia tidak pernah tidur tenang. Apalagi ketika
di ruang ICU, tubuhnya terus dipasangi alat sehingga ia tidak bisa
berkomunikasi dengan keluarganya dengan normal.
Kedua, dengan diopnamenya Ajik di rumah sakit, otomatis pola
hidup kami akan berubah. Anak – anak akan kembali dititip kesana kemari atau
pekerjaan serta kuliahku akan mulai harus berubah sistemnya. Dan itu tidak
mudah untuk mengatur waktu serta hal – hal lainnya. Syukur aku punya ibu mertua
dan adik – adik ipar yang secara otomatis punya rencana untuk membantuku
mengurus Wah Giri dan Wah Senna.
Pada saat Ajik sakit, aku sama sekali tidak pernah menangis.
Tidak tahu kenapa. Tapi aku sama sekali tidak menangis dan
tetap melakukan kegiatan. Karena aku bekerja dan kuliah, setiap pulang kerja
atau kuliah aku langsung ganti shift dengan
ibu mertua untuk menjaga anak – anakku.
Kemudian aku dapat kesempatan untuk menjenguk Ajik di ICU.
Melihatnya di ruang ICU aku pun mulai menangis
Namun….
Aku hanya mendapat kesempatan itu satu kali.
Hanya satu kali.
Dan itu pun aku tidak boleh masuk ke dalam ICU.
Dan setelah itu aku tidak bisa bertemu dengannya lagi.
Tahun lalu dan dua tahun lalu, ketika Ajik masuk ruang ICU,
aku masih bisa bertemu dengannya. Bercakap – cakap dan berbincang tentang
pekerjaan dan anak – anak. Apalagi 2 tahun lalu ketika aku hamil, Ajik berpesan
agar aku makan yang banyak dan jangan terlalu stress mikirin Ajik. Pikirin aja
Wah Giri dan bayi di kandungan. Ajik bilang Ajik pasti sembuh.
Selama Ajik masih hidup, Ajik adalah salah satu orang yang
sangat mendukung apa yang ingin aku lakukan. Sejak mengenalnya dari tahun 2007,
Ajik selalu murah senyum dan selalu sabar. Dia tidak pernah marah jika aku
pulang terlambat dan selalu memberikan cerita – cerita yang tidak pernah aku
dengar sebelumnya. Ajik juga yang membantuku memberikan ide – ide untuk kuliah
S2, bahkan membantu memasang frame padahal
saat itu Ajik lagi sakit. Dia juga berjanji akan datang pas aku pameran. Tapi
tidak terealisasi karena Ajik meninggal beberapa hari sebelum aku pameran.
Selamat jalan Ajik.
Kami akan menjaga ibu, adik – adik dan cucu.
Maafkan kesalahan Ririen selama ini sebagai menantu dan anak Ajik.
Maafkan kesalahan Ririen selama ini sebagai menantu dan anak Ajik.
Sampai berjumpa lagi Ajik.
We love you.
turut berduka cita miss, semoga beliau tenang bersamaNya, jasadnya berpisah dari yg ditinggalkan, tp di atas sana selalu menjaga keluarganya :-)
ReplyDeleteTerima kasih banyak miss Eni :)
ReplyDelete