Berteman dan bersahabat.
Dua kata yang sudah pasti menjadi kesenangan
orang – orang. Siapa sih yang ngga suka berkenalan, kemudian jadi teman dan
akhirnya jadi sahabat. Sohib, sahabat karib. Awalnya hanya dengan kata – kata,”
Hai namaku ‘A’” sampai diikuti dengan embel – embel, “mari berkawan…”. Tidak hanya di dunia nyata, tapi juga di jejaring sosial.
Siapa sih yang ngga suka nambah followers,
nambah friend dan saling komen –
komenan di status/foto.
Berteman dan bersahabat.
Tentunya aku sendiri adalah orang yang sangat suka dengan
kedua aktivitas itu. Bersosialisasi adalah caraku menentukan jati diriku.
Belajar bertegur sapa, sopan santun, sampai cara memperlakukan orang lain. Dan tentunya
kesenangan ini berubah menjadi kebutuhan. Aku perlu teman. Yang nantinya
menjadi sahabat. Aku tipikal orang yang suka mendengarkan cerita. Dan dari
teman – temanku aku mendapat banyak pengalaman yang menakjubkan.
Aku punya banyak teman dan sahabat. Tentu saja. Bahkan dulu
aku sampai memberi nama untuk kelompok – kelompokku itu. Ada MVP pas SMA
(berisi 4 orang gadis – gadis belia yang hobinya baca komik One Piece. Dan
sekarang kami tumbuh menjadi ibu muda, dan seorang lagi sedang mencari seorang pemuda,
hehe). Dan ada 9 jadi warna pas kuliah (5 cewe, 4 cowo yang sangat berbeda baik
sifat, penampilan dan ciri desainnya). Belum lagi teman – teman sekelas, teman
sekantor, teman ketika course di
Oregon dan banyak lagi lainnya. Mereka selalu ada. Mungkin hanya aku saja yang
berubah.
Iya. Semuanya ternyata berubah.
Tiba – tiba aku merasa hampa. Aku tidak punya teman yang bisa
kuajak bercerita, mendengarkanku, memberi nasehat, mendengarkan dia, tertawa
bersama seperti dulu. Seperti biasanya.
Apa karena keadaan? Apa karena waktu?
Apa karena... aku?
Tepat sekali apa yang dikatakan Kompas.com : “Cara anak
laki-laki dan perempuan memandang persahabatan berbeda, ungkap dr Thomas S.
Jensen, MD, psikiater dari Babyzone.com. Saat beranjak
dewasa, anak perempuan lebih mendefinisikan persahabatan sebagai teman yang mau mendengarkan dan mengerti,
sekaligus tempat curhat dan berbagi emosi. Sementara anak-anak laki-laki memandang persahabatan sebagai teman
berbagi waktu bersama, ada di sisinya saat ia menghadapi konflik, dan berbagi
ketertarikan yang sama. Bagi anak laki-laki, keintiman emosional tak terlalu
penting dalam mendefinisikan kedekatan hubungan ketimbang kesetiaan saat ia
menghadapi masalah”
Enak sekali laki – laki. Aku menginginkan sahabat yang bisa
aku ceritakan apa saja, dan itu tidak ada. Tidak begitu dengan suamiku.
Suamiku punya teman – teman yang bisa dekat dengannya dengan
cepat. Bahkan sekarang dia punya teman dengan jenis kelamin perempuan yang bisa
dia ajak cerita tentang sex. Sedangkan
aku? Dia bahkan tidak pernah bercerita soal itu ke aku. Dia hanya melakukannya
(plis, jangan ketawa. Hehehe). Dia bisa berkeluh kesah dengan teman – temannya di
pagi hari sampai sore, dan kembali ke rumah dan ngobrol denganku dengan hanya
menjawab “hmm” jika aku bertanya.
Aku tahu dia capek. Tapi kadang aku kesal. Aku sedang
bercerita. Aku sedang ingin mengobrol.
Kadang aku suka menyalahkannya. Aku suka curiga pasti ada
apa – apanya. Dia tak suka aku lagi, tak sayang lagi. Tak cinta lagi (tsaaah).
Aku jadi cemburu. Cemburu tanpa sebab. Kesal. Aku tidak suka bila dia terlalu
dekat dengan perempuan lain. Terlalu baik sama cewek lain. Sampai terkadang aku
bisa misuh – misuh sendiri. Pendem kekesalan sendiri. Dan seharusnya tidak
boleh kulakukan, karena aku sedang hamil. Hamil tidak boleh berpikir negatif.
Namun ternyata sebenarnya aku cuma sedang IRI.
Aku iri. Aku iri dengan dunia lelaki yang bisa dan boleh
berteman dengan siapa saja. Aku iri karena aku harus memiliki keterbatasan
untuk bergaul karena kesibukan kerja atau menjadi istri dan ibu. Aku iri karena
dia masih bisa pergi kemana – mana, melanjutkan hobinya berolahraga, bermain
games, sedangkan aku hanya bisa di rumah.
Aku iri bbnya selalu ramai dengan chat – chat dari temannya. Dia bisa komen status, retweet,dan ketawa - ketawa sendiri ngga jelas sambil senyum - senyum miring. Aku rindu sekali senyuman itu ketika dia mengobrol bersamaku.
Dan aku kembali menjadi Ririen 18 tahun lalu, yang berada di
atas bed cover bermotif bunga, yang sedang
memainkan boneka Barbie.
Sendirian dan ngomong sendiri.
Tapi, aku yakin. Pasti ada yang pernah mengalami hal seperti
ini kan?
Atau belum?
Seharusnya aku kembali berkaca sama diri sendiri dan melihat
lebih teliti ke daerah sekitarku. Ini fase yang harus kujalani. Aku seharusnya
siap dengan itu karena seperti post yang
sebelumnya, aku sendiri yang memilih jalan hidup seperti ini.
Mungkin hari ini, aku hanya sedang emosi. Aku hanya terlalu melebih - lebihkan. Aku kembali perlu
teman, yang ternyata tanpa aku sadari aku membawanya setiap hari. Aku sudah bersama
sahabatku, yaitu calon anakku dan Giriyana, anak pertamaku. Mereka sedang
membutuhkanku. Mereka sedang sangat perlu aku dengar, aku lihat dan aku cintai.Harusnya mereka yang aku pikirkan. Bukannya mencari, nelangsa dan berpikir bahwa aku ngga punya teman. Mereka hanya sedang fokus dengan kegiatannya masing - masing dan kamu dengan kegiatanmu. Temanmu ada, hanya kamu saja yang tak melihat.
Untuk suamiku, mungkin dia capek bekerja. Mungkin kami
memang kurang quality time dan sangat memerlukannya.
Dan aku hanya ingin kamu tahu, bahwa aku membutuhkanmu.
hhmmm.. sambil membaca langsung terbayang seakan sedang menonton film di bioskop... bisa nih dipake ide cerita sebuah film, ya paling ftv kanggo laa... ;D
ReplyDeletehahahaha....
ReplyDeleteide cerita video klip dulu deh biar lebih merakyat. Lagunya judulnya, "Adi tresna jak beli"
wakakakak
IMHO, semuanya pasti akan menjalani masa sulit, seperti halnya telenovela Marimar dan Maria Mercedes hehehe. But the show must go on :)
ReplyDeleteYes you're right. PASTI. Cuma waktu yang berbicara.
ReplyDeletehidup itu memang indah..tapi lebih indah TIDAK HIDUP, okesip!
ReplyDeletesemoga pak yogi, baca tulisan ini yah miss :*..haha
saya doakan adik kecilmu tidak bisa HIDUP, okesipp!
Deletewakakakkakakkk indra!!!!
Deletesemuanya hanya bagian dari warna kehidupan, biar ga monochrome :D
ReplyDeletekita tak pernah tau ap yg akan terjadi nanti tp kita tau ap yg sedang dan sudah terjadi... yen nak buleleng ngoraang "ne liwat anggo sesuluh idup dogen" hee :)
yoi. Kelompok itu baru dinamakan kelompok jika sudah bubar. hehehe...
ReplyDeletevisit balik miss, padmablog.com. ngomong" blognya keren miss, rank google udah 1, mantappp. :D
ReplyDelete